1. Dasar Kewajiban Melakukan Penelitian
Penelitian dimulai dengan meneliti mempelajari sesuatu yang paling
dekat dengan diri manusia, yaitu tentang manusia dan bagaimana Allah
menciptakan manusia. Perintah membaca (iqra) telah disampaikan oleh Allah
kepada calon Nabi. Allah memberitahu dalam ayat Al-Quran tentang konsep
penciptaan manusia yang artinya “Manusia diciptakan dari segumpal darah”, yang
memang harus memerlukan penelitain lebih dalam lagi. . Itulah dasar penelitian
yang utama.
Kekuasaan Allah yang tampak di alam pengenalannya berawal dari apa
yang bisa diindera oleh manusia karena posisinya jelas dan
lebih dekat dengan manusia. Penelitian bisa berlanjut
dengan hal-hal yang lebih jauh dari dirinya, tentang hal amat besar maupun amat kecil.
Surat Al-‘Alaq, 96: 01-05, diketahui sebagai wahyu yang pertama
diterima oleh Nabi Muhammad SAW.
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
menciptakan,
خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah.
اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia,
الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ
Yang mengajar (manusia) dengan pena.
عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya.
Mulai penelitian kepada yang dekat yaitu diri sendiri. Dalam
hadist Nabi “Man’arafanafsahu’arafa Rabbahu” Artinya Barang siapa mengenal
tentang konsisi dirinya maka akan lebih mudah mengenal Tuhannya.
2.
Kewajiban Meneliti
dan Derajat Manusia di Sisi Allah
Surat Al-Alaq adalah wahyu pertama yang diturunkan Allah kepada
Nabi Muhammad SAW. Pada ayat kelima Allah memberikan kepastian tentang
pengetahuan yang didapatkan orang yang mau melakukan pngetahuan. “’Allama
al-insaana ma lam ya’lam” (Allah
akan memberi pengetahuan kepada manusia tentang segala yang
tidak diketahuinya). Sejalan dengan janji Allah tentang derajat orang yang memiliki ilmu akan lebih tinggi dibanding orang yang tidak memiliki ilmu, dan sudah terbukti juga.
3.
Kewajiban
Menerapkan Pendekatan Islami dalam Kegiatan Ilmiah
Al-Quran adalah sumber acuan yang kebenarannya mutlak, tidak
perlu diuji ulang, tidak perlu dipertanyakan. Semua isi Al-Quran
telah mendapat jaminan dari Allah, Pencipta dan Pemelihara Alam
serta segala isinya, tentang kebenarannya yang mutlak.
Isi Al-Quran mencakup segala segi ilmu pengetahuan yang akan dan
telah ditemukan oleh manusia. Penemuan-penemuan masa kini
telah tercatat lebih awal dalam kandungan AlQuran. Ilmu fisika yang
mempertanyakan alam dan isinya, telah bagitu jelas tercatat dalam Al-Quran bagaimana Allah mengatur semua benda alam itu
dengan posisi dan kelengkapan aturan-Nya. Ketika penemuan
itu datang dari ilmu Barat, orang Islam seolah begitu
yakin tentang kebenarannya. Padahal hal itu di dalam Al-Quran telah termaktub, tinggal ummat Islam mau kembali memperdalam pemahaman isi Al-Quran
secara lengkap.
Lahirnya ilmu-ilmu duniawi yang hebat ada pada tuntunan dan
sekaligus tuntutan yang telah diceritakan di dalam isi Al-Quran.
Allah swt sengaja meninggalkan sejumlah bukti yang
berkaitan dengan manusia masa lalu, yang pernah disebutkan lebih kuat dan lebih pintar. Seperti pernah disinggung, sejumlah tinggalan budaya fisik
yang membuka mata manusia masa setelahnya, sengaja Allah
swt jaga agar masih bisa diteliti dan ditemukan data-data
tentangnya. Begitupun kondisi alam yang empat belas abad yang lalu diceritakan dalam isi Al-Quran. Boleh jadi ketika Allah swt
menceritakan dua samudera dengan kondisi air yang berbeda rasa,
bertemu dalam satu kawasan, masing-masing membawa sifat sendiri-sendiri, tidak mau
bercampur, belum bisa menyentuh rasa takjub manusia.
Tetapi kini, setelah empat belas abad orang Islam tahu tentang hal itu, baru
belakangan ini bisa lebih yakin dengan fakta nyata tentangnya.
Samudera berair tawan dan asin yang menawan itu, kin telah
menjadi destinasi wisata yang sangat menarik. Begitupun
tentang sungai di dalam lautan, gunung aktif di dalam lautan, maupun hal lain yang di luar nalar manusia dengan ilmu pengeatahuannya.
4.
Tuntuan Allah
dalam Wahyu Pertama
Segala ilmu yang beredar di alam ini adalah ilmu Allah swt. Sumber
segala ilmu adalah yang Mahatahu, Allah swt pemilik segala
ilmu pengetahuan. Allah swt menurunkan ilmu kepada
manusia hanya sedikit saja. Ilmu Allah swt yang tidak diberikan pengetahuannya kepada manusia masih Mahaluas. Oleh karena itu, pada dasarnya,
setiap ilmu lahir secara Islami. Tidak ada ilmu yang sekuler.
Tidak ada sistem ilmu yang mengarah kepada kekufuran. Allah swt tidak membatasi
keberhasilan para pengolah ilmu berdasarkan sisi keimanannya.
Sama seperti hak mendapatkan rezeki, Allah swt memberikan rezeki dan ilmu kepada semua manusia tanpa kecuali. Kata kunci terkait dengan
kesempatn
menguasai rezeki dan ilmu adalah mau mengelola dan berusaha
mengolah rezeki dan ilmu tersebut. Yang menyebabkan ilmu “tampak”
tidak Islami adalah karena sikap para ‘alim, para
pengelola ilmu, para ilmuwan, yang memanfaatkan ilmu di luar jalur keridhoan Allah swt.
5.
Perlukah
Islamisasi Sains?
Ilmu Allah adalah ilmu yang Islami. Semua hasil olahan ilmu Allah,
pada awal
pengolahan dan hasilnya, mengusung sifat Islami. Tetapi,
pemanfaatan hasil olahannya yang kerap menyimpang dari sifat utama
ilmu Allah, karena perilaku manusia penggunanya. Tak ada sesuatu yang
dihalangi oleh Allah dalam penggunaannya, oleh siapa pun
ilmu itu dikelola. Bidang-bidang ilmu yang selama ini dianggap sebagai ilmu sesat, pada dasarnya adalah ilmu Allah juga yang disediakan
sebagai penyeimbang dan cobaan bagi manusia. Allah memberi izin
penemuan dan penggunaan nuklir. Proses penemuan nuklir, ilmu tentang nuklir,
konsep asasi sifat nuklir, ada dalam tatanan ilmu Allah
(sunnatullah) yang Islami. Para pengguna yang kemudian menyelewengkan fungsinya untuk kegiatan yang bertentangan dengan sifat asasi
kebermanfaatan dan kemaslahatan ilmu Allah. Dan, Allah
mengizinkan kondisi tersebut. Begitupun ilmu-ilmu lain yang
mendasari perilaku zhalim manusia, bahkan kemudian kerap melibatkan mahluk Allah yang lain, yaitu sebangsa Jin, adalah ilmu Allah yang
posisinya sama dengan keberadaan nuklir. Bahan nuklir
dan ilmu kezhaliman tadi, sangat kental terkait
dengan perilaku manusia sebagai pengguna ilmu. Bangsa jin,
misalnya, sekalipun diberi kesempatan bisa mengelola ilmu tersebut,
tetap memerlukan manusia sebagai katalisator kezhaliman.
Antarjin, tampaknya, tidak pernah ada berita pertentangan. Tetapi antarmanusia, pertentangan kerap terjadi dan bahkan dibantu oleh
bangsa jin
DAFTAR PUSTAKA
Suryana, Jajang. 2018. Buku Ajar Pendidikan
Agama Islam. Depok: RajaGrapindo Persada
Kementrian Agama Republik Indonesia. QS. Al-Alaq
(Segumpal darah). Terdapat pada https://www.merdeka.com/quran/al-alaq. Diakses Tanggal 24 Mei
2022.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar