A. Manusia Mahluk Belajar
Selama manusia hidup maka disitulah waktu manusia belajar. Kemudia
manusia memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap adalah hasil proses
belajar manusia-manusia dan manusia dengan lingkungan. Dalam hadist Nabi SAW
mengingatkan kita selaku umatnya “Semua yang lahir berada dalam kondisi fitrah,
orangtuanyalah yang meyahudikan, menasranikan, ataupun memajusikannya”. Konsep
Islam sangat memperhatikan pendidikan dan lingkungan.
Kemampuan akal menyebabkan mausia bisa mengubah kondisi dirinya,
memperbaiki dirinya. Hal itu sejalan dengan peringatan Allah Q.S. Ar-Ra’d, 13:
11).
لَهٗ مُعَقِّبٰتٌ مِّنْۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهٖ
يَحْفَظُوْنَهٗ مِنْ اَمْرِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى
يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْ ۗ وَاِذَآ اَرَادَ اللّٰهُ بِقَوْمٍ سُوْۤءًا فَلَا
مَرَدَّ لَهٗ ۚوَمَالَهُمْ مِّنْ دُوْنِهٖ مِنْ وَّالٍ ﴿الرعد : ۱۱﴾
Artinya : Baginya (manusia) ada
malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan
belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada
yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (QS.
Ar-Ra’d: 11)
Sebagai bekal yang disiapkan untuk menjalani peran sebagai mahluk
belajar, Allah swt telah melengkapi kemampuan manusia untuk bisa memahami dan
mengelola memori tentang nama-nama yang terkait dengan seluruh benda yang ada
di lingkungannya. Kemampuan menyimpan memori kosa kata itu, yang pada awal
penciptaan manusia, adalah sebagai bukti bahwa Allah swt telah menyiapkan
kelebihan bagi manusia, yaitu kelebihan kemampuan yang tidak dimiliki oleh
malaikat maupun iblis. Kelebihan kemampuan itu menjadi modal perilaku meniru
dan meniru. Bukti tentang hal itu bisa kita lihat secara nyata di lingkungan
manusia masa kini. Betapa perilaku buruk
bisa cepat tersiar sebagai bentuk tiruan kegiatan yang menyebar bersama informasi
media massa. Kejadian satu seakan-akan berkelindan dengan kejadian lainnya yang
hampir sama, sekalipun berlangsung di tempat lain, bahkan di tempat yang sangat
jauh lokasinya. Pembelajaran meniru, sebagai sunnatullah yang menjadi ciri
manusia, bisa dimanfaatkan secara positif sebagai modal kekayaan potensi pengembangan
diri bagi manusia.
B. Konsep Pendidikan yang
Islami
Ada 3 hal yang akan dibawa setelah manusia meninggalkan dunia.
Nabi Muhammad SAW bersabda: ““Ketika telah sampai ajal kepada semua manusia,
terputuslah semua ikatan amal dunia, kecuali tiga hal: shadaqah jariyah; ilmu
yang bermanfaat; atau anak shalih yang mendo’akan kedua orang tuanya”
Untuk menjadi anak shalih, untuk membina anak supaya
menjadi shalih, ternyata perlu ilmu, perlu pengetahuan yang luas tentangnya.
Tentu,
ilmu yang luas akan bisa didapat melalui kegiatan mencari ilmu, melalui
kegiatan
belajar. Hasil pencarian yang berupa ilmu bisa menjadi ladang amal yang masih
akan mengalirkan pahala kepada pengolahnya, jika ilmu itu diamalkan,
ditiru-terapkan kepada orang lain, dibagikan dalam bentuk amal pembelajaran,
diturunkan kepada generasi pelanjut, dan amal-amal lain sejenisnya. Seperti
“bisnis MLM” hasil pengamalan ilmu akan menumbuhkan dampak berjenjang dari
pengamal pertama, pengamal kedua, pengamal ketiga, dan seterusnya, yang semua
jaringan itu masih akantetap terkait menghasilkan aliran pengaruh bolak-balik
melalui rangkai jaringan yang pernah dibangun. Bahkan melalui percabangan
jaringan baru yang bisa muncul dari jaringan utama. Sementara itu, shadaqah
jariah, selama ini hanya dipandang sebagaibentuk pemberian berupa harta.
Padahal, kategori shadaqah bisa juga berupa shadaqah ilmu.
Konsep pendidikan yang Islami di antaranya terkait dengan
penyadaran tentang tiga
hal tadi. Sejak kecil, bahkan sejak di dalam kandungan, atau lebih jauh
daripada kondisi tadi, penyiapan anak sebagai generasi penerus harus dibangun
sejak masa pencarian calon pendamping hidup untuk membangun keluarga. Siapa
calon pendamping yang akan dipilih. Dalam konsep kehidupan Islam ada empat
kriteria yang bisa dipilih sebagai awal penentuan calon pendamping: indikator
harta, keturunan, kecantikan, dan keislaman --penekanan kepada indikator yang
keempat (masalah agama, keislaman) menjadi yang diutamakan oleh Nabi Muhammad
saw. Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
Di dalam Islam, kegamaan menjadi sangat penting sebagai patokan
pemilihan calon
pendamping. Nilai ketaatan dalam menjalankan agama akan menjadi kunci
keberuntungan dalam membina keluarga. Islam tidak menafikan hal lain selain
masalah agama. Tetapi, melalui kondisi awal yang diwarnai ketaatan dalam
menjalankan perintah agama, hal-hal lain yang akan dicari bisa ditemukan baik
secara fisik maupun (terutama) secara batin. Dan, masalah calon ibu, perempuan,
menjadi bahasan penting dalam konsep Islam. Ada sejumlah temuan masa kini yang
menunjukkan bahwa ibu menjadi faktor penting dalam banyak hal tentang anak,
salah satunya terkait dengan masalah IQ.
C. Kewajiban Belajar bagi Muslimin dan Muslima
“Thalabul-ilmi
fariidhatun alaa kulli muslimin wa muslimatin: Mencari ilmu itu
merupakan suatu kewajiban (fariidhah) bagi muslimin dan muslimat”.
Mencari ilmu secara umum, berdasarkan kandungan
hadits tersebut, tentu, fardhu ain. Teapi sesuai dengan kemampuan masing-masing
manusia, tidak mungkin kewajiban itu mencakup semua jenis ilmu. Artinya, semua
msulimin dan muslimat, secara terbatas, hanya mungkin mempu menguasai
jenis-jenis ilmu tertentu saja. Dalam salah satu ayat, Allah swt telah
menegaskan: “Tidak aku berikan ilmu itu kepadamu melainkan serba sedikit”.
Sekalipun ayat ini berkaitan dengan penjelasan ilmu (pengetahuan) tentang ruh,
tetapi banyak ulama menghubungkannya dengan ilmu-ilmu yang lain juga
D. Kewajiban Belajar Sepanjang Hayat
Kewajiban mencari ilmu tidak mengenal pembatasan waktu. Selama
manusia muslim dan muslimat masih (dinyatakan) hidup, kewajiban aini mencari ilmu
itu masih tetap menempel. Mencari ilmu, pasti, tidak harus ditafsirkan dalam
kondisi pencarian di lingkungan formal : sekolah, pesantren, ma’had, dan
sejenisnya. Tantangan Allah untuk seluruh manusia, agar selalu memperhatikan
alam, mempelajari kejadian yang ada di alam, adalah bentuk lahan dan proses
kegiatan mencari ilmu juga. Allah menantang manusia lewat segala tanda
kebesarannya di alam, supaya dipelajari oleh manusia, untuk menambah nilai
keimanan manusia. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW, empat belas abad yang
lalu, telah mencanangkan proses belajar sepanjang hidup. Perhatikan
hadits Nabi saw: “Uthlubul-ilma min al-mahdi ila al-lahdi: Kondisikan kegiatan
pencarian ilmu itu sejak masa buaian hingga menjelang masuk liang lahad”. Para
ahli pendidikan Barat, baru mengangkat permasalahan ini pada abad ke sembilan belas,
dengan sebutan the longlife education. Dan, kekeliruan yang sering
dilakukan oleh ummat Islam adalah mengekor apapun yang datang dari hasil olah
pikir masyarakat ilmiah Barat, “sekalipun harus masuk ke dalam lubang
biawak” (inti hadits Nabi yang mengingatkan tentang taqlidnya
sebagian ummat Islam dengan hasil pemikiran non-muslim).
E. Konsep Hidayah
Dalam Dinul Islam pengertian hidayah adalah petunjuk yang datang
dari Allah. Seperti telah diuraikan, hidayah adalah nikmat yang dianugerahkan
oleh Allah hanya kepada ma-nusia tertentu. Tidak semua manusia bisa mendapatkan
hidayah. Penganugerahan hidayah ini adalah hak prerogatif Allah. Nabi Muhammad
yang menjadi kekasih Allah, sama se-kali tidak memiliki kekuasaan untuk memaksa
Allah menganugerahkan hidayahNya kepada Abu Thalib pada saat menjelang ajal.
Bahkan, Allah memperingatkan NabiNya dengan firman yang menegaskan bahwa “Nabi
tidak bisa memberi petunjuk kepada orang yang dicintainya, karena petunjuk itu
hanyalah hak Allah semata”.
DAFTAR PUSTAKA
Suryana, Jajang. 2018. Buku Ajar Pendidikan
Agama Islam. Depok: RajaGrapindo Persada
Bayan.id. 2018. “Surat
Ar-Ra’d Ayat 11 (13:11). Terdapat pada https://www.bayan.id/quran/13-11/. Diakses tanggal
17 Mei 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar