1. Bab 1 Kebenaran Mutlak Dan Kebenaran Sementara
A.
Kebenaran Mutlak dan Kebenaran
Sementara
Kebeneranan terdapat 2 jenis yaitu kebenaran
mutlak dan kebenaran sementara. Kebenaran mutlak adalah sesuatu yang mutlak,
tetap, tidak berubah qath”i, pasti, dianggap terlalu mapan, statis, tidak
sejalan dengan kebutuhan zaman. Kebenaran
sementara merupakan kebenaran yang bersifat sementara dan tidak abadi atau bisa
dibilang kebenaran yang dapat disalahkan dan dapat juga diganti.
Menimbang nilai-nilai
kebenaranan, dalam Islam mengenal tingkat proses pemahamannya. Pertama ada yang
disebut ilmu yagiin yaitu kebenaran yang didukung ilmu pengetahuan, kedua ainul
yaqiin yaitu kebenaran yang dilengkapi dengan hasil suatu sumber pengetahuan
yang diperoleh dari observasi atau percobaan, dan yang ketiga haqqul yaqiin
yaitu kebenaran tingkat tertinggi yang dibarengi dengan kepasrahan atas pemilik
kebenaran yang mutlak.
Allah sudah menentukan
kebenaranan dengan berbagai hukum yang harus dilakukan dan dipatuhi oleh
manusia. Jika segala hukum Allah tidak ada yang mutlak kebenaranya, maka akan
terjadi kekacauan yang sangat besar.
B.
Keterbatasan Ilmu Pengetahuan
Keterbatasn
ilmu pengetahuan adalah ketetapan Allah yang tidak bisa dirubah. Ilmu Allah
adalah ilmu bisa dimanfaatkan oleh siapapun yang memiliki keinginan, semangat
yang tinggi dan istiqomah.
Dalam
peristiwa Nabi Adam dengan iblis dan malaikat adalah pengetahuan tentang semua
isi alam. Allah menyiapkan nabi Adam dan keturunannya sebagai makhluk yang
unggul dibandingkan dengan makhluk lainnya karena manusia telah dipercayai
menjadi khalifah di atas bumi. Hanya manusia yang diberi kekampuan untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan. Melalui penelitian manusia sudah mengembangkan
bidang-bidang ilmu pengetahuan. Begitu banyak ketidak sempurnaan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan yang dirasakan oleh manusia ketika mencapai batas
kemampuannya, baik itu secara fisik maupun secara berpikir. Manusia bebas untuk
melakukan penelitian dan percobaan, tetapi ada batasan-batasan aturan tertentu
yang harus dipatuhi. Diantaranya batasn etika keilmua dan terutama nilai
keimanan.
C.
Proses Berpikir Ilmiah
Berpikir ilmiah yaitu proses berifikir atau
aktivitas seseorang untuk menemukan atau memperoleh pengetahuan. Ketika Carles
Darwis mengemukakan teoriya tentang The Univetsey yang membahas tentang evolusi
bentuk tubuh manusia yang berasal dari sejenis binatang primata. Karena Darwin
tidak bisa menunjukan bukti pemikiran dan penelitiannya teori ini ditolak oleh
banyak ilmuan pada waktu itu. Pada tahun 2000 Harya Yahya menulis buku yang
menunjukan bukti-bukti ilmiah kesalahan dari teori Darwis.
Proses berpikir ilmiah didahului oleh bentuk keraguan dan
kemudian melakukan kegiatan untuk mencari jawaban dari keingintahuan dari
keraguan itu. Sementara itu, proses berpikri ilmiah berbeda dengan berkeimanan,
yang didasari harus menerima apa yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT.
D.
Proses Berkeimanan
Keimanan
harus didahului dengan keyakinan-keyakinan tertentu. Seseorang yang beriman
kepada Allah tidak perlu pembuktiaan dari sumber pengetahuan yang diperoleh
dari obeservasi atau percobaan. Ketidakmungkinan membuktikan adanya Allah
secara fisik, tidak akan berarti akan menghilangkan keimanan seseorang.
Penelitian manusia tentang keberadaan Tuhan bisa dibuktikan dengan cara mencari
tahu tanda kebesaran Tuhan yang sangat empiris.
Dalam
sebuah proses berkeimanan seseorang harus banyak menggunakan bentuk pembuktian.
Karena pembuktian dan petunjuk sudah disediakan oleh Allah yang menguasai
kebenaran dalam bentuk kitab suci Al-Quran.
Daftar Pustaka
Suryana, Jajang. 2018.
Buku Ajaran Pendidikan Agama Islam. Depok: RajaGrafindo Persada.
A.
Kemegaan Alam Ciptaan Alla SWT
Manusia
diciptakan Allah dalam keadaan unik dan beragam sebagai penghuni bumi terbanyak
jumlanya. Seberapa banyak jumlah manusia Allah menciptakan manusia dengan beragam,
tidak ada individu yang sama sekalipun saudara kembar siam, Allah memberikan
keunikan kedalam setiap individu yang berbeda.
Dalam
Qs. Surat An-Nisaa, (4):1) dan Qs Huud, (11):61 isinya berupa penegasan bahwa
Allah satu-satunya Tuhan yang wajib disembah.
Allah menciptakan manusia dari tanah (saripati), bumi, dan kemudian
dijadikan manusia pengisi bumi.
Manusia
tinggal ditempat yang berbeda-beda diseluruh permukaan bumi.Betapa luasnya bumi
hanyalah satu planet yang berpenghuni yang kecil dibandingkan dengan
planet-planet lain. Allah sebagai khalik yang menciptakan alam semesta sudah
terbukti ciptaannya, manusia harus meyakini bahwa satu-satunya tuhan yang maha
pencipta hanyalah Allah SWT.
B.
Konsep Sunnatullah
Sunnatullah
adalah ketentuan Allah, kepatian Allah. Dalam bahasa lain, sunnatullah juga disebut
dengan hukum alam, yakni hukum yang ditetapkan Allah guna mengatur penciptaan
dan mekanisme alam semesta yang bersifat fitrah, yakni tetap dan otomatis. Hukum ini juga disebabkan sikap dan perbuatan mereka
terhadap syariat Allah dan risalah para nabi yang melahir kan
ketetapan-ketetapan Allah atas mereka di dunia dan di akhirat.
Di dalam salah satu ayat
Alquran, kita bisa merasakan bagaimana sunatullah itu bekerja. فَإِنَّ مَعَ
الْعُسْرِ يُسْرًا إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا "Setelah
ada kesulitan, pasti ada kemudahan," (QS al-Insyirah: 5- 6).
Melalui ayat ini, bisa dipahami bahwa sunnatullah merupakan ketentuan Allah
yang tidak terjadi secara kebetulan, bukan suatu keajaiban, melainkan memiliki
kekuatan yang mutlak. Kebenaran ayat ini dapat dirasakan dalam kehidupan
sehari-hari bahwa sesungguhnya setelah kesulitan pasti ada kemudahan.
Ketika manusia sedang ditempatkan pada posisi sulit, pasti ada jalan
kemudahan yang datang baginya. Entah dari mana dan dengan cara apa, kemudahan
itu pasti ada. Itulah yang dinamakan sunnatullah.
C.
Posisi Manusia di Antara Makhluk
Ciptaan Allah SWT.
Semua
ciptaan Allah disebut makhluk, sedangkan Allah sebagai pencipta disebut Khalik.
Semua makhluk Allah harus mengikuti ketentuan Allah. Manusia adalah makhluk
yang berbeda dengan makhluk lain, diberi pilihan oleh Allah yaitu jalan yang
lurus (shiraathal mustaqiim) atau memilih jalan lain (jalan yang sesat).
Manusia
merupakan salah satu makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna, karena manusia
diciptakan dari tanah dengan bermacam-macam istilah yaitu turab ( tanah ),
tanah kering ( thin ), dan lain-lain. Tentunya hal ini menunjukan bahwa fisik
manusia berasal dari macam-macam bahan yang ada di dalam tanah menurut
Al-Mu'minun 12-16 . Manusia dikaruniai akal dan pikiran oleh Allah SWT, akal
dan pikiran tersebut yang akan menuntun manusia dalam menjalankan perannya.
Di
banding makhluk lainnya, manusia mempunyai kelebihan. Kelebihan itu membedakan
manusia dengan makhluk lainnya. Salah satu kelebihan manusia adalah kemampuan
untuk bergerak di darat, di laut maupun di udara. Sedangkan binatang hanya
mampu bergerak di ruang yang terbatas, mengenai kelebihan manusia atau makhluk
lain ada pada surat al-Isra ayat 70.
Di
samping itu manusia memiliki akal dan hati sehingga dapat memahami ilmu yang
diturunkan Allah, berupa al-Quran. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Allah
menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya. Oleh karena itu ilmunya
manusia di lebihkan dari makhluk lainnya.
D.
Manusia Sebagai Khalifatan fill Ardh
Segala yang ada didalam
bumi diperuntukan untuk manusia. Sejak awak penciptaNya, manusia dijadikan
sebagai khalifah dibumi. Oleh karena itu, Allah memberikan tanggungjawab kepada
manusia manusia, tanggungjawab yang tidak bisa dipikul oleh makhluk lain yaitu
sebagai khalifah dibumi.
Makna khalifah fil ardh adalah menjadi agen perbaikan
moral. kehadiran para Rasul di dunia ini semata-mata untuk melakukan perbaikan
moral. Rasulullah Muhammad saw bersabda: inni buistu liutammima
makarimal akhlaq (sesungguhnya kedatanganku semata-mata untuk
memperbaiki moral manusia).
Perbaikan moral hendaknya dimulai dari diri
sendiri, yaitu dengan menata pikiran, hati dan seksualitas (syahwat) sehingga
semua terkontrol dengan baik. Tujuannya, menjadi manusia yang berguna, bukan
hanya bagi diri sendiri, melainkan juga bagi keluarga dan masyarakat luas.
Kemudian, menata kehidupan keluarga, dan selanjutnya menata kehidupan
masyarakat dan bangsa sehingga pada gilirannya tercipta masyarakat yang adil,
makmur dan berkeadaban yang dalam Al-Qur’an disebut بَلۡدَةٞ طَيِّبَةٞ وَرَبٌّ غَفُورٞ
(Q.S. Saba’, 34:15). Dalam konteks individual, tugas
khalifah, antara lain mampu mengelola pikiran agar selalu berfikir positif, tidak
berfikir negatif dan terjauhkan dari semua perbuatan zalim yang mencederai
sesama. Mengelola hati atau qalbu agar selalu berprasangka baik kepada sesama
manusia, selalu peduli dan punya rasa empati kemanusiaan sehingga ringan tangan
menolong, terutama terhadap kelompok yang teraniaya, tertindas dan marjinal.
Mengelola syahwat dan organ-organ seksual agar mampu menghindarkan diri dari
perbuatan keji dan tercela, seperti zina, perkosaan, pelacuran, incest,
pedofili, pelecehan seksual, serta semua bentuk hubungan seksual yang tidak
terpuji. Bahkan, demi menjaga kesehatan reproduksi, remaja perempuan harus
dilindungi dari perkawinan anak, praktek sunat dan kehamilan yang tak
diinginkan.
Daftar Pustaka
Suryana,
Jajang. 2018. Buku Ajar Pendidikan Agama Islam. Depok: RajaGrafindo Persada.
Berita
Hari Ini. 2021. “Pengertian Sunnatullah lengkap
dengan Sifat dan Karakteristiknya”. Teradapat pada https://kumparan.com/berita-hari-ini/pengertian-sunnatullah-lengkap-dengan-sifat-dan-karakteristiknya-1waEoCV6wha/3. Diakses tanggal 25 Februari 2022.
Pratama, Wahyu. 2021. “Kedudukan Manusia Dalam Islam”. Terdapat
pada https://www.kompasiana.com/wahyuwp21/5d123f71097f366f7d09b302/kedudukan-manusia-dalam-islam. Diakses tanggal 25 Februari 2022.
_ _. 2021. “Manusia sebagai Khalifah fil Ardh”. Terdapat pada https://muslimahreformis.org/beranda/implementasi_tauhid/manusia-sebagai-khalifah-fil-ardh/#:~:text=Manusia%20adalah%20makhluk%20Tuhan%20yang,(rahmatan%20lil'%C3%A2lam%C3%AEn). Diakses tanggal 25
Februari 2021.
A. Makhluk Allah yang Diciptakan untuk Beribadat
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
Artinya: Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (Surah Az-Zariyat Ayat 56).
Surat adz Dzariyat
ayat 56 mengandung makna bahwa semua makhluk Allah, termasuk jin dan manusia
diciptakan oleh Allah SWT agar mereka mau mengabdikan diri, taat, tunduk, serta
menyembah hanya kepada Allah SWT. Jadi selain fungsi manusia sebagai Khalifah di
muka bumi, manusia juga mempunya fungsi sebagai hamba yaitu menyembah
penciptanya, dalam hal ini adalah menyembah Allah karena sesungguhnya Allah lah
yang menciptakan semua alam semesta ini.
Manusia diciptakan
oleh Allah SWT agar menyembah kepadanya. Kata menyembah sebagai terjemahan dari
lafal ‘abida-ya’budu-‘ibadatun (taat, tunduk, patuh). Beribadah berarti
menyadari dan mengaku bahwa manusia merupakan hamba Allah yang harus tunduk
mengikuti kehendaknya.
B. Konsep Ibadat dalam Islam
Ibadat merupakan bentuk penghambaan manusia kepada
Allah Sang Pencipta. Ibadah termasuk bentuk rasa syukur manusia
kepada Allah SWT atas semua kebaikan dan berkah yang telah diberikan.
Dalam hal ini dapat
diklasifikasikan bahwa ibadah ada dua, pertama Ibadah mahdloh, yaitu ibadah
yang telah ditentukan waktunya, tata caranya, dan syarat-syarat pelaksanaannya
oleh nas, baik Al Qur’an maupun hadits yang tidak boleh diubah, ditambah atau
dikurangi. Misalnya shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya. Kedua Ibadah
ghoiru mahdloh, yaitu pengabdian yang dilakuakn oleh manusia yang diwujudkan
dalam bentuk aktivitas dan kegiatan hidup yang dilaksanakan dalam konteks
mencari keridhaan Allah SWT. Hal ini tentunya bersesuan dengan kita sebagai
abdi Negara.
فَٱدْعُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ
ٱلْكَٰفِرُونَ
Artinya: Maka sembahlah Allah dengan memurnikan
ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya). (QS Al-Mu’min Ayat 14)
هُوَ الْحَيُّ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ فَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ
لَهُ الدِّينَ ۗ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya: Dialah
Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka
sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan
semesta alam. (QS Al-Mu’min Ayat 65)
C. Konsep Three-in-One (Iman-Imun-Amal)
Kita pasti dituntut untuk menjadi muslim yang kaffah ,muslim yang
menyesuaikan diri dengan ajaran islam dalam berbagai aspek kehidupan. Bila
sudah demikian ,maka itulah yang dimaksud dengan muslim sejati. Untuk mencapai
tingkat keislaman yang demikian,ada tiga istilah dalam islam yang harus kita
miliki dan lekat dalam diri kita masing-masing ,sehingga menyatu dengan sikap,
kepribadian, dan tingkah laku kita sehari-hari.
Pengertian Iman, Iman artinya percaya, menurut istilah
(اَلتَّصْدِيْقُ
بِالْقَلْبِ وَالْقَوْلُ بِالِّلسَانِ وَالْعَمَلُ بِالْأَرْكَانِ, يَزِيْدُ
وَيَنْقُصُ اَلْإِيْمَانُ هُوَ)
Iman
adalah Pembenarkan dengan hati, pengucapan dengan lisan, pengamalan dengan
anggota tubuh. Iman bisa bertambah dan berkurang
Jadi,
pengertian iman kepada Allah yaitu dengan membenarkan dengan hati bahwa Allah
Swt itu benar-benar ada (Wujud) dengan segala sifat-sifatnya dan kesempurnaan-Nya,
kemudian
pengakuan itu diucapkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan amal perbuatan
secara nyata yakni dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangannya.
Seseorang
dikatakan memiliki iman yang sempurna apabila orang tersebut bisa memenuhi 3
unsur keimanan, yakni membenarkan atau meyakinkannya dengan hati, diikrarkan
dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan atau perbuatan.
Allah Subhaanahu wata’ala Menciptakan Manusia
dengan Sempurna, Allah membekali tubuh kita dengan sistem pertahanan yang
menjaga tubuh kita dari paparan virus-virus yang bisa menjadi ancaman serius.
Allah memberikan kita Sistem kekebalan tubuh yang kita butuhkan, Allah
memerintahkan semua unsur yang berada di dalam tubuh kita menjalankan tugasnya
dengan benar sesuai fungsinya. “Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri.
Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (Q.S. Adz-Dzariyat: 20-21).
Amal
ibadah adalah perbuatan yang merupakan pengabdian kepada Allah SWT yang
merupakan hubungan manusia dengan Allah. Hubungan inilah yang disebut dengan
istilah habluminallah.
Sedangkan,
amal jariyah merupakan perbuatan baik untuk kepentingan masyarakat (umum) yang
dilakukan tanpa pamrih.
D. Ibadat Mahdhah
Dalam dinul islam ada dua jenis ibadat. Ibadat yang dilakukan dengan
pedoman ketat dan ibadat yang diatur esensinya, untuk pelaksanaanya bisa menyesuaikan
dengan kondisi lingkungan dan zaman.
a.
Syahadatain
Pakem plus dalam ibadat mahdhah
mengikat urusan waktu, hitungan, tempat, cara, dan ketentuan-kentemtuan sangat
mengikat jenis ibadat mahdhah ini. Ibadat ini terdiri atas ibadat utama yang
ditata menjadi rukun dalam Islam. Ibadat ikrariyah ini harus mendasari semua
perilaku umat Muslim dalam menjalankan ibadat.
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
رَسُوْلُ اللهِ
"Asyhadu an laa ilaaha illallaahu, wa
asyhaduanna muhammadar rasuulullah". Ikrar syahadat adalah ibadat muhdhah
pertama.
b.
Ibadat
Shalat
Sholat adalah merupakan ibadah yang
sangat istimewa. Pakar Ilmu Alquran KH Ahsin
Sakho menjelaskan, sholat merupakan ibadah spesial yang
diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW secara
langsung. Ibadah ini juga merupakan amalan pertama yang akan
ditanyakan kepada manusia di hari perhitungan kelak.
Rasulullah SAW bersabda:
مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ
سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوا
بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Muruu awladakum bissholati wa hum abna-u sab’in
sininan, wadhribuhum alaiha wa hum abna-u asyri sinina, wa farraquu bainahum
fil madhaaji’.”
Yang artinya,
“Perintahkanlah anak kalian sholat ketika berusia tujuh tahun. Dan pukullah mereka
ketika berusia sepuluh tahun (jika meninggalkan sholat). Dan pisahkanlah tempat
tidur mereka (antara anak laki-laki dengan perempuan).”
Daftar Pustaka
Suryana, Jajang. 2017. Buku Ajar Pendidikan Agama Islam. Depok: PT
RajaGrafindo Persada.
Sobirin. 2019. “Tugas dan Kewajiban”. Terdapat pada http://pa-jepara.go.id/berita-seputar-peradilan/177-drs-sobirin-m-h-tugas-dan-kewajiban. Diakses tanggal 11 Maret 2022.
Mulyana, Asep Dadang. 2021. “Iman, Ilmu, dan Amal”. Terdapat pada http://www.pa-tasikmalaya.go.id/artikel-pengadilan/944-iman-ilmu-dan-amal-oleh-drs-h-asep-dadang-mulyana-sh-mh. Diakses tanggal 12 Maret 2022
A.
Nikmat
Allah bagi Semua Makhluk Hidup
Istilah otonom biasanya dikaitkan dengan
urusan pemerintahan, contoh pemda memiliki hak otonom bisa mengatur sendiri
tanpa bergantung kepada pemerintah pusat. Pengertian otonom yang tekait dengan
keberadaan manusia sebagai makhluk Allah adalah berikatan dengan kebebasan
untuk menentukan pilihan.
“Ada dua
nikmat yang pasti dialami dan dirasakan oleh semua makhluk, yakni nikmat
penciptaan dan nikmat pemenuhan kebutuhan.” (Al-Hikam)
Kalimat
ini menerangkan bahwa ada nikmat yang jelas dialami dan dirasakan oleh semua
makhluk, yaitu nikmat penciptaan yang di mana kata makhluk itu sendiri berasal
dari bahasa Arab: khalaqa,
yukhliqu, khaaliqun berarti “yang menciptakan,
pencipta”. Kata isimnya
adalah makhluq. Kata inilah yang berarti
“yang diciptakan”. Salah letak nikmat penciptaan itu ialah ketika kita melihat
manusia yang secara biologis diciptakan dari segumpal darah (Q. S. Al-Alaq:96/2), saripati dari tanah (Q. S. Al-Mu’minun:23/12), dan lain sebagainya. Maka,
begitulah betapa Mahakuasa Allah subhanahu wa
ta’ala atas segalanya.
خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ
Artinya : Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah
وَلَقَدۡ
خَلَقۡنَا الۡاِنۡسَانَ مِنۡ سُلٰلَةٍ مِّنۡ طِيۡنٍ
Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari
tanah.
B.
Nikmat
Hidup
Semua makhluk hidup yang Allah ciptakan sudah
pasti diberi kesempatan untuk menikmati kehidupan. Dalam
kaitan dengan nikmat hidup, semua mahluk Allah swt telah dijamin rezekinya beserta fasilitas
hidup yang lengkap. Tak ada mahluk hidup yang harus membayar
kenikmatan
asali udara, kenimkatan air, kenikmatan tempat tinggal, semua telah
disediakan
sebagai bagian dari kelengkapan jaminan hidup dari Allah swt.
C.
Nikmat
Akal
Nikmal adalah nikmat
Allah yang dianugrahkan kepada manusia.
Allah memberikan akal untuk membedakan baik dan buruk, menentukan pilihan dan
untuk pengembangan diri. Hanya manusia yang diberi nikmat akal. Oleh karena
itu, manusia diserahi tugas
mengelola
Bumi, sebagai khalifah fil-Ardh. Dengan akalnya, manusia bisa mengelola
Dunia,
berbudaya.
Q.S.
Al-Baqarah Ayat 44
اَتَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ
اَنْفُسَكُمْ وَاَنْتُمْ تَتْلُوْنَ الْكِتٰبَ ۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ
Artinya: “Mengapa
kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan
dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat)? Tidakkah kamu mengerti?”
Q. S. Al-Imran Ayat
65
يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ لِمَ تُحَاۤجُّوْنَ فِيْٓ
اِبْرٰهِيْمَ وَمَآ اُنْزِلَتِ التَّوْرٰىةُ وَالْاِنْجِيْلُ اِلَّا مِنْۢ
بَعْدِهٖۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ
Artinya: “Wahai Ahli Kitab! Mengapa kamu
berbantah-bantahan tentang Ibrahim, padahal Taurat dan Injil diturunkan setelah
dia (Ibrahim)? Apakah kamu tidak mengerti?”
Hanya
manusia yang dianugerahi nikmat akal oleh Allah swt. Oleh karena itu, manusia
ditugasi
untuk “mengelola Bumi”, sebagai khalifatan fil Ardh. Dengan keberadaan
akalnya, manusia bisa mengelola Bumi,
berbudaya.
D.
Nikmat
Hidayat
Allah memberikan nikmat hidayah kepada
manusia tertentu. Manusia memiliki keputusan untuk memilih, manusia bisa
memilih cenderung kepada hal yang salah (fujur) atau hal yang benar (taqwa).
Dari kedua pilihan itu ada yang memilih fujur, ada juga yang memilik untuk
bertaqwa. Hidayah diartikan sesuatu yang harus dicari, padahal telah tersedia
dalam bentuk Al-Quran yang sempurna sebagai kumpulan hidayah Allah SWT.
Q.S.
Al-Baqarah Ayat 2
ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ
فِيْهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ
Artinya : “Kitab (Al-Qur'an)
ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,”
Q. S. Al-Isra Ayat 15
مَنِ اهْتَدٰى فَاِنَّمَا
يَهْتَدِيْ لِنَفْسِهٖۚ وَمَنْ ضَلَّ فَاِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَاۗ وَلَا تَزِرُ
وَازِرَةٌ وِّزْرَ اُخْرٰىۗ وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِيْنَ حَتّٰى نَبْعَثَ رَسُوْلًا
Artinya: “ Barangsiapa
berbuat sesuai dengan petunjuk (Allah), maka sesungguhnya itu untuk
(keselamatan) dirinya sendiri; dan barang siapa tersesat maka sesungguhnya
(kerugian) itu bagi dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat
memikul dosa orang lain, tetapi Kami tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus
seorang rasul”.
E.
Dua
Nikmat yang Kerap Terlupakan
Ketika bisa beraktivitas dengan normal,
merasa tenang, damai dan tidak terlalu memiliki masalah besar. Terkadanag ketika
dalam keadaan itu tanpa di sadari bahwa sehat itu bagian dari nikmat yang
sering terlupakan. Nikmat sehat adalah anugrah dari Allah SWT.
Selain nikmat kesehatan ada nikmat laiinya
yang sama sering terlupakan oleh manusia, yaitu nikmat memiliki waktu senggang.
Setiap manusia pasti diberikan waktu senggang oleh Allah SWT. Menggunakan waktu
senggang dengan baik, bermanfaat untuk diri sendiri ataupun orang lain dan
mencari ridho Allah merupakan nikmat yang harus dimanfaatkan dan disyukuri.
Q.S. Ar-Rahman Ayat 13
فَبِاَيِّ اٰلَاۤءِ رَبِّكُمَا
تُكَذِّبٰنِ
Artinya: “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang
kamu dustakan?”
F.
Manusia
Makhluk Individu
Manusia sebagai makhluk
individu diartikan sebagai perseorangan atau sebagai diri pribadi. Manusia
sebagai diri pribadi merupakan makhluk yang diciptakan secara sempurna oleh
Allah SWT. Jika kita amati secara seksama benda-benda atau makhluk ciptaan Allah
yang ada di sekitar kita, mereka memiliki unsur yang melekat
padanya, yaitu unsur benda, hidup, naluri, dan akal budi. Begitulah Allah Swt, dengan
KemahakuasaanNya, mampu menciptakan manusia sebagai mahluk unik. Keunikan manusia dan
kebebasan yang dianugerahkan oleh Allah kepada semua manusia, bisa
diperiksa, tercatat, dalam Al-Quran. Bagaimana Fir’aun, Qarun, Kaum ‘Aad dan Tsaamud, serta masih banyak
tokoh lainnya yang buruk, diceritakan sebagai contoh dan peringatan
Allah kepada ummat Muhammad saw.
Q.S. An-Naziaat Ayat
17
اِذۡہَبۡ اِلٰی
فِرۡعَوۡنَ اِنَّہٗ طَغٰی
Artinya: “pergilah
engkau kepada Fir‘aun! Sesungguhnya dia telah
melampaui batas,”
Q.S. Al-Fajr Ayat 10
وَفِرْعَوْنَ ذِى الْاَوْتَادِۖ
Artinya: “dan (terhadap)
Fir‘aun yang mempunyai pasak-pasak (bangunan yang besar),”
G.
Konsef Dosa
(Individu) dalam Islam
Manusia dilahirkan kedunia bagaikan kertas
putih yang tidak ada dosa apapun. Seorang bayi yang lahir, tidak akan terikat
dengan dosa ibu-bapaknya, sekalipun bayi tersebut adalah hasil dari ikatan
bukan suami istri, bayi tersebut tetap dalam keadaan suci tanpa dosa. Karena manusia dilahirkan sebagai mahluk individu maka
urusan dosa pun adalah urusan dosa individu. Masing-masing manusia harus
mempertanggungjawabkan hasil perbuatan masing-masing di hadapan Allah Swt. Syafa‘at hanyalah
ridla Allah. Jika Allah tidak menghendaki, siapapun tak akan bisa melebihi
kemahakuasaan Allah yang mutlak. Ketika seseorang terkait dengan dosa orang lain,
kondisi itu sudah pasti adalah ketika orang tersebut harus
mempertanggungjawabkan
hasil perbuatannya yang dampaknya juga kena kepada orang
lain.
Oleh karena itu, setiap manusia harus mempertanggungjawabkan hasil usahanya
masing-masing
Q.S. An-Nisaa Ayat 111
وَمَنْ يَّكْسِبْ اِثْمًا
فَاِنَّمَا يَكْسِبُهٗ عَلٰى نَفْسِهٖ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ عَلِيْمًا حَكِيْمًا
Artinya: “Dan barangsiapa berbuat dosa, maka
sesungguhnya dia mengerjakannya untuk (kesulitan) dirinya sendiri. Dan Allah
Maha Mengetahui, Mahabijak-sana.”
Q.S. Al-An’aam, Ayat 6
اَلَمْ يَرَوْا كَمْ
اَهْلَكْنَا مِنْ قَبْلِهِمْ مِّنْ قَرْنٍ مَّكَّنّٰهُمْ فِى الْاَرْضِ مَا لَمْ
نُمَكِّنْ لَّكُمْ وَاَرْسَلْنَا السَّمَاۤءَ عَلَيْهِمْ مِّدْرَارًا
ۖوَّجَعَلْنَا الْاَنْهٰرَ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهِمْ فَاَهْلَكْنٰهُمْ
بِذُنُوْبِهِمْ وَاَنْشَأْنَا مِنْۢ بَعْدِهِمْ قَرْنًا اٰخَرِيْنَ
Artinya: “Tidakkah mereka memperhatikan
berapa banyak generasi sebelum mereka yang telah Kami binasakan, padahal
(generasi itu) telah Kami teguhkan kedudukannya di bumi, yaitu keteguhan yang
belum pernah Kami berikan kepadamu. Kami curahkan hujan yang lebat untuk mereka
dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami
binasakan mereka karena dosa-dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan generasi
yang lain setelah generasi mereka.”
Daftar Pustaka
Suryana, Jajang. 2018. Buku Ajar Pendidikan
Agama Islam. Depok: PT RAJAGRFINDO PERSADA
Yusup, Adie Erar. 2020.
“Manusia Sebagai Makhluk Individu”. Terdpat pada https://binus.ac.id/character-building/2020/12/manusia-sebagai-makhluk-individu/. (Diakses tanggal 19 Maret
2022.
A.
Pola
Hubungan Vertika; Makhluk-Khalik
Bentuk pokok manusia beragama adalah
penyerahan diri. Ia menyerahkan diri kepada sesuatu yang Maha Ghaib lagi Maha
Agung. Ia tunduk lagi patuh dengan rasa hormat dan khidmat. Ia berdo'a,
bersembahyang, dan berpuasa sebagai hubungan vertikal dan ia juga berbuat
segala sesuatu kebaikan untuk kepentingan sesama umat manusia, karena ia
percaya bahwa semua itu diperintahkan oleh Zat Yang Maha Ghaib serta Zat Yang
Maha Pemurah.
Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu
Abdirrahman Muadz bin Jabal radhiyallahu anhuma, dari Rasulullah Shallallahu
`alaihi wa sallam beliau bersabda, Bertakwalah kepada Allah dimana pun engkau
berada. Iringilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut akan
menghapuskan (keburukan). Dan pergauilah manusia dengan akhlak yang mulia. (HR.
At-Tirmidzi, dan dia berkata: Hadits Hasan Shahih).
Sebagaimana firman Allah yang artinya:
"Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kalian kepada Allah dengan
sebenar-benar taqwa, dan janganlah kalian mati melainkan dalam keadaan
muslim". (QS. Ali Imran: 102)
B.
Ibadat
Ghair Mahdhah
Nabi Muhammad SAW bersabda ““Antum
a’lamu bi’umuuri dunyaakum”
(“Engkau
lebih tahu tentang urusan keduniaanmu”). Bentuk ibadah ghair mahdhah sudah
diatur dalam bentuk teladan Nabi.Sebagian yang lain, sesuai
dengan hadits Nabi tadi, diserahkan penafsiran bentuk kegiatannya kepada setiap muslim
sesuai kebutuhan lingkungan masing-masing.
Hukum dasar semua
ibadah ghair mahdhah telah diatur dalam Al-Quran, contohnya hukum tentang
ekonomi telah diatur dalam Al-Quran, namun bentuk pelaksanaanya menyesuikan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan lingkungan.
Berpakaian dalam
konsep dasar islam adalah menutup aurat. Bentuk tampilan bisa disesuaikan
dengan ketentuan tidak melanggar konsep dasar tersebut. Sama hal nya dengan
gaya bangunan masjid yang beraneka ragam, ada yang bergaya Melayu, China,
jazirah Arab, dan lain sebagainnya.
C.
Hablun
Min-Annas (Hubungan Horizontal Anatar Manusia)
Hablum Min-Annas adalah hubungan dengan
manusia.
Istilah Hablum Mi-Annas tercantum dalam Al-Qur'an
surat Ali Imron: 112
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُواْ إِلاَّ بِحَبْلٍ
مِّنْ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِّنَ النَّاسِ وَبَآؤُوا بِغَضَبٍ مِّنَ اللَّهِ
وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الْمَسْكَنَةُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُواْ يَكْفُرُونَ
بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ الأَنبِيَاء بِغَيْرِ حَقٍّ ذَلِكَ بِمَا عَصَوا
وَّكَانُواْ يَعْتَدُونَ
Mereka diliputi kehinaan di
mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama)
Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia dan mereka kembali mendapat
kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. yang demikian itu karena
mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh Para Nabi tanpa alasan yang
benar. yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas."
Hablum minan-nas bermakna perjanjian dari
kaum Mukminin dalam bentuk jaminan keamanan bagi orang kafir dzimmi dengan
membayar upeti bagi kaum Mukminin melalui pemerintahnya untuk hidup sebagai
warga negara Islam dari kalangan minoritas non-Muslim. (Tafsir At-Thabari , Tafsir
Al-Baghawi , dan Tafsir Ibnu Katsir).
D.
Bisnis
Islam
Dalam Al-Quran Allah telah memberi tantangan
kepada manusia dengan berbagai perumpamaan aneka kebaikan hanya bila kebaikan
itu hanya ditunjukan untuk mendapat ridho Allah SWT.
Allah telah membeli jiwa manusia (Q. S.
At-Taubah, 09: 111) dengan jaminan Surga.
اِنَّ اللّٰهَ اشْتَرٰى مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اَنْفُسَهُمْ
وَاَمْوَالَهُمْ بِاَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَۗ يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ فَيَقْتُلُوْنَ
وَيُقْتَلُوْنَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِى التَّوْرٰىةِ وَالْاِنْجِيْلِ وَالْقُرْاٰنِۗ
وَمَنْ اَوْفٰى بِعَهْدِهٖ مِنَ اللّٰهِ فَاسْتَبْشِرُوْا بِبَيْعِكُمُ الَّذِيْ بَايَعْتُمْ
بِهٖۗ وَذٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ
Sesungguhnya Allah membeli
dari orang-orang mukmin, baik diri mau-pun harta mereka dengan memberikan surga
untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau
terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan
Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka
bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah
kemenangan yang agung. (Q.S.
At-Taubah, 09: 111)
Allah juga telah menyediakan pelipatan
kebaikan dengan satu, dua, tiga, tujuh, tujuh
puluh, bahkan tujuh ratus kali lipat kebaikan
lainnya jika ummat berbisnis hanya
mencari keridhoan Allah semata. Bisnis yang
Islami tidak dikotori riba dan bohong.
Semua perilaku bisnis itu didasari kejujuran,
kemaslahatan orang banyak, dan keadilan
sikap. Dan, berbisnis dengan Allah, tentu,
tidak akan menimbulkan rasa ketidakadilan,
ketidakjujuran, kebohongan, dan sejumlah
keburukan bisnis yang kerap dibangun
antarmanusia.
6. Bab 5 Manusia Makhluk Sosial
A.
Faraidh
Pembagian Harta Waris dalam Islam merupakan
harta yang diberikan dari orang yang telah meninggal kepada orang-orang
terdekatnya seperti keluarga dan kerabat-kerabatnya. Allah menetapkan
hukum waris lengkap dengan cara pembagiannya, bagian-bagian hal waris, dan
persyaratannya, di antaranya dalam 3 ayat yang sangat jelas (Q.S. Al-Baqarah,
02: 240; An-Nisaa, 04: 11, 176) Allah merincinya dalam ayat-ayat Al-Quran, hal
itu menunjukkan bahwa masalah waris sangat penting dan rawan permasalahan dalam
penyelesaiannya.
وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَاجًاۖ وَّصِيَّةً
لِّاَزْوَاجِهِمْ مَّتَاعًا اِلَى الْحَوْلِ غَيْرَ اِخْرَاجٍ ۚ فَاِنْ خَرَجْنَ فَلَا
جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْ مَا فَعَلْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِنَّ مِنْ مَّعْرُوْفٍۗ وَاللّٰهُ
عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
Artinya:
“Dan orang-orang yang akan mati di antara kamu dan meninggalkan istri-istri,
hendaklah membuat wasiat untuk istri-istrinya, (yaitu) nafkah sampai setahun
tanpa mengeluarkannya (dari rumah). Tetapi jika mereka keluar (sendiri), maka
tidak ada dosa bagimu (mengenai apa) yang mereka lakukan terhadap diri mereka
sendiri dalam hal-hal yang baik. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana”.
Usai sejenak
mengingatkan manusia agar tidak melalaikan salat karena persoalan keluarga,
pada ayat ini Allah kembali menjelaskan hukum keluarga. Dan orang-orang yang
akan mati, baik karena sudah renta maupun sakit menahun, di antara kamu, wahai
para suami, dan kamu meninggalkan istri-istri, hendaklah ia sebelum meninggal
dunia membuat wasiat untuk istri-istrinya untuk tetap tinggal di rumah, juga
berpesan kepada anak-anak dan saudara-saudaranya agar memberi mereka nafkah
berupa sandang dan pangan, paling tidak sampai setahun sejak suami wafat tanpa
seorang pun boleh mengeluarkannya atau mengusirnya dari rumah itu. Tetapi jika
mereka, yakni istri yang ditinggal mati suaminya, sebelum setahun keluar
sendiri dari rumah tersebut untuk pindah ke tempat lain, maka tidak ada dosa
bagimu, wahai para wali atau siapa saja, mengenai apa yang mereka lakukan
terhadap diri mereka sendiri dalam hal-hal yang baik yang tidak melanggar
syariat. Allah Mahaperkasa sehingga harus ditaati, Mahabijaksana dalam
menetapkan hukum demi kemaslahatan hamba-Nya.
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى
الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ
مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا
اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا
وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ
اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ
Artinya: “Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah).
Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika
seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan,
maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang
ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara
perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu
dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan
jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan
perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara
perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Pada ayat yang lalu
Allah berjanji menuntun umat manusia dan menunjukkan kepada mereka jalan yang
membawa kepada kebahagiaan, di dunia dan akhirat. Pada ayat ini dipenuhi
sebagian dari janji Allah itu, yaitu berupa jawaban atas pertanyaan yang mereka
ajukan. Mereka meminta fatwa kepadamu, Nabi Muhammad, tentang kalalah, yaitu seorang
yang mati tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak. Katakanlah,
“Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah, yaitu jika seseorang mati dan
dia tidak mempunyai anak, tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya,
yakni bagian dari saudara perempuan itu, adalah seperdua dari harta yang
ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi seluruh harta saudara
perempuan, jika saudara perempuan itu mati dan saudara laki-laki itu masih
hidup, ketentuan ini berlaku jika dia, saudara perempuan yang mati itu, tidak
mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan yang mewarisi itu berjumlah dua
orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang
meninggal. Dan jika mereka, ahli waris itu, terdiri atas saudara-saudara laki-laki
dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua
saudara perempuan. Demikian Allah menerangkan hukum tentang pembagian waris
kepadamu, agar kamu tidak sesat, dalam menetapkan pembagian itu. Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu yang membawa kebaikan bagimu dan yang menjerumuskan
kamu ke dalam kesesatan, maka taatilah segala perintah-Nya dan jauhilah segala
larangan-Nya.
Beberapa hal praktis tentang hukum waris, di antaranya diuraikan
di bawah ini
(disarikan dari buku Ilmu Faraidh, susunan Muhammad bin
Ibrahim bin Abdullah
Attuwaijri.
·
Yang disebut warisan (harta
waris) adalah semua yang ditinggalkan oleh seseorang
yang mati, termasuk hutangnnya. Semua warisan tersebut menjadi hak
dan bagian
ahli waris dengan berbagai persyaratan dan ketentuan syar’i yang
telah ditetapkan
oleh Allah swt.
·
Yang harus dikeluarkan dari
harta peninggalan adalah biaya pengurusan mayat,
hutang (kepada Allah swt: zakat, kafarat; kepada manusia),
pelaksanaan wasiat, dan
pembagian warisan.
·
Rukun waris: yang mewariskan
(yang meninggal), ahli waris, dan harta yang
diwariskan.
·
Sebab-sebab seseorang
mendapatkan hak waris: pernikahan yang sah, keturunan
(nasab: kedua orang tua, anak, saudara, paman --serta
anak-anaknya), dan perwalian
(jika ada ashobah dan tidak ada ashhabul furudh).
·
Yang menghalangi seseorang
mendapatkan hak waris: budak, pembunuh (tanpa
alasan yang syar’i), dan berbeda agama.
·
Bagian warisan: bagian yang
telah ditetapkan (fardhu, ketentuan: setengah,
seperempat, seperdelapan, dua pertiga, sepertiga, dan seperenam)
dan ta’shib
(bagian yang tidak ditetapkan).
·
Ahli waris lelaki: putra; anak
putra (cucu dan seterusnya); ayah dan kakek dari orang
tua lelaki; saudara sekandung; saudara seayah; dan saudara sibu
(atau anakanaknya) dari anak lelaki; suami; paman dan di atasnya; paman seayam
dan di
atasnya; putra paman kandung serta putra paman seayah dan anak
laki-laki mereka;
orang yang memerdekakan; kerabat laki-laki (dzawil arham:
saudara ibu atau paman
dari ibu, putra saudara seibu, paman seibu, dan putra paman
seibu).
·
Ahli waris perempuan: putri,
putri anak laki-laki (cucu) dan seterusnya dari anaka
laki-laki; ibu; nenek (ibunya ayah) dan di atasnya dari ibu;
neneknya ibu; saudari
kandung; saudara satu ayah; saudari satu ibu; istri; dan wanita
yang memerdekakan
budak.
B.
Manusia
Makhluk Siasah
Siasah yang diartikan sebagai pengertian politik dianggap angat
sempit. Siasah diatur dalam Ilam, sejumlah konsep dasar siasah sudah ditentukan
Allah dalam Al-Quran.
Menurut Prof Ahmad Sukardja, dalam Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam: Ajaran, fikih siyasah adalah salah satu disiplin ilmu tentang seluk beluk pengaturan
kepentingan umat manusia pada umumnya dan negara pada khususnya, berupa hukum,
peraturan, dan kebijakan yang dibuat oleh pemegang kekuasaan yang bernafaskan
ajaran Islam.
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ
اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ
ۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا
Artinya: “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di
antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah
sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar,
Maha Melihat” (Q.S. An-Nisaa, 04: 58).
اَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ
وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ
شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ
وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا
Artinya: “ Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika
kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah
(Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” Q.S. An-Nisaa, 04: 59).
C.
Hubungan
Horizontal Manusia-Alam
Banyak ayat Al-Quran yang menjelaskan bahwa manuia sebagai
khalifahan dibumi agar memperhatikan alam. Manusia seharusnya menjadi pengelola
alam yang bijak, bila fungi kekhalifahan tidak berjalan makan kehancuran akan
melanda. Kerusakan pada alam memang sudah terjadi sejak zaman dahulu karena
kepentingan manusia.
Ilmu kedokteran, ilmu fisika, ilmu biologi, ilmu kimia,
matematika, teknologi, dan
berbagai kajian keilmuan lain adalah hasil usaha manusia menyikapi
alam. Seharusnya,
mereka yang amat dekat dengan alam, mengkaji alam secara mendalam,
akan
semakin dekat kepada kesadaran tentang keberadaan Yang Maha
Pencipta.
Allah telah mengungkap kemahakuasaanNya melalui
perumpamaan maupun bahan kajian
yang nyata dalam Q.S. Al-Baqarah, 02: 26; 164; An-Nahl, 16: 68-69;
79; Al-Ankabuut, 29:
41 dan ayat-ayat lainnya.
A.
Peringatan Allah tentang
Takaran dan Timbangan
Allah swt secara khusus mengingatkan manusia tentang pentingnya
menjaga takaran
dan timbangan. Urusan takaran dan timbangan seakan hal kecil yang
tidak banyak memiliki dampak dalam tatanan kehidupan yang besar. Padahal,
urusan takaran dan timbangan ini, justru menjadi akar keburukan dalam urusan
ekonomi ummat.
Q.S. Al-An’aam, 06: 152
وَلَا تَقْرَبُوْا مَالَ الْيَتِيْمِ
اِلَّا بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ حَتّٰى يَبْلُغَ اَشُدَّهٗ ۚوَاَوْفُوا الْكَيْلَ
وَالْمِيْزَانَ بِالْقِسْطِۚ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَاۚ وَاِذَا قُلْتُمْ
فَاعْدِلُوْا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبٰىۚ وَبِعَهْدِ اللّٰهِ اَوْفُوْاۗ ذٰلِكُمْ وَصّٰىكُمْ
بِهٖ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَۙ
Artinya: ”Dan janganlah kamu
mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, sampai
dia mencapai (usia) dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan
adil. Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya. Apabila
kamu berbicara, bicaralah sejujurnya, sekalipun dia kerabat(mu) dan penuhilah
janji Allah. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu ingat.”( Q.S. Al-An’aam, 06: 152)
Q.S. Al-A’raaf, 07: 85
وَاِلٰى مَدْيَنَ اَخَاهُمْ
شُعَيْبًاۗ قَالَ يٰقَوْمِ اعْبُدُوا اللّٰهَ مَا لَكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرُهٗۗ
قَدْ جَاۤءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ فَاَوْفُوا الْكَيْلَ
وَالْمِيْزَانَ وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ اَشْيَاۤءَهُمْ وَلَا تُفْسِدُوْا فِى
الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَاۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ
مُّؤْمِنِيْنَۚ
Artinya:”Dan
kepada penduduk Madyan, Kami (utus) Syuaib, saudara mereka sendiri. Dia
berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah. Tidak ada tuhan (sembahan) bagimu
selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu.
Sempurnakanlah takaran dan timbangan, dan jangan kamu merugikan orang sedikit
pun. Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik.
Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu orang beriman.”
Q.S. Huud, 11: 84-85
۞ وَاِلٰى مَدْيَنَ اَخَاهُمْ شُعَيْبًا ۗقَالَ يٰقَوْمِ اعْبُدُوا
اللّٰهَ مَا لَكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرُهٗ ۗوَلَا تَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ
وَالْمِيْزَانَ اِنِّيْٓ اَرٰىكُمْ بِخَيْرٍ وَّاِنِّيْٓ اَخَافُ عَلَيْكُمْ
عَذَابَ يَوْمٍ مُّحِيْطٍ
Artinya:” Dan kepada (penduduk) Madyan
(Kami utus) saudara mereka, Syuaib. Dia berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah
Allah, tidak ada tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran
dan timbangan. Sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (makmur).
Dan sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab pada hari yang
membinasakan (Kiamat)”
Q.S. Al-Isra, 17: 35
وَاَوْفُوا الْكَيْلَ اِذَا
كِلْتُمْ وَزِنُوْا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيْمِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ
تَأْوِيْلًا
Artinya:”Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu
menakar, dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Itulah yang lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Q.S. Asy-Syu’ara, 26: 181-184
أَوْفُوا
الْكَيْلَ وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُخْسِرِينَ (181) وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ
الْمُسْتَقِيمِ (182) وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا
فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ (183) وَاتَّقُوا
الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالْجِبِلَّةَ الْأَوَّلِينَ (184)
Artinya:”Sempurnakanlah
takaran dan janganlah kalian termasuk orang-orang yang merugikan; dan
timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kalian merugikan manusia
pada hak-haknya dan janganlah kalian merajalela di muka bumi dengan membuat
kerusakan; dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kalian dan
umat-umat yang dahulu”.
Q.S. Al-Muthaffifiin, 83: 01-06
وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِيْنَۙ
1. Celakalah
bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)!
لَّذِيْنَ اِذَا اكْتَالُوْا
عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُوْنَۖ
2. (Yaitu)
orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta
dicukupkan,
وَاِذَا كَالُوْهُمْ اَوْ
وَّزَنُوْهُمْ يُخْسِرُوْنَۗ
3. dan apabila
mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi.
لَا يَظُنُّ اُولٰۤىِٕكَ
اَنَّهُمْ مَّبْعُوْثُوْنَۙ
4. Tidakkah
mereka itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan,
لِيَوْمٍ عَظِيْمٍۙ
5. pada suatu
hari yang besar,
يَّوْمَ يَقُوْمُ النَّاسُ
لِرَبِّ الْعٰلَمِيْنَۗ
6. (yaitu)
pada hari (ketika) semua orang bangkit menghadap Tuhan seluruh alam.
B.
Konsep
Halalan Thayyiban
Dalam Al-qur'an, Allah SWT menegaskan tentang
segala sesuatunya harus halalan toyyiban dan menegaskan keharaman dapat
membayakan diri sendiri.
Q.S. Al-Baqarah, 02: 168
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا
مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ
الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
Terjemahan
Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan
baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan.
Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.
Q.S. Al-Maaidah, 05: 88
وَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ حَلٰلًا طَيِّبًا
ۖوَّاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْٓ اَنْتُمْ بِهٖ مُؤْمِنُوْنَ
88. Dan makanlah dari apa yang telah
diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah
kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.
Q.S. An-Nahl, 16: 114
كُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ حَلٰلًا طَيِّبًاۖ
وَّاشْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ
114. Maka makanlah yang halal lagi
baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat
Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.
Sehingga halalan toyyiban tidak hanya
merujuk pada apa yang harus dimakan tetapi apapun yang digunakan oleh muslim
haruslah segala sesuatu yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Suryana, Jajang. 2018. Buku Ajar Pendidikan
Agama Islam. Depok: RajaGrapindo Persada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar