A.
Faraidh
Pembagian Harta Waris dalam Islam merupakan
harta yang diberikan dari orang yang telah meninggal kepada orang-orang
terdekatnya seperti keluarga dan kerabat-kerabatnya. Allah menetapkan hukum
waris lengkap dengan cara pembagiannya, bagian-bagian hal waris, dan
persyaratannya, di antaranya dalam 3 ayat yang sangat jelas (Q.S. Al-Baqarah,
02: 240; An-Nisaa, 04: 11, 176) Allah merincinya dalam ayat-ayat Al-Quran, hal
itu menunjukkan bahwa masalah waris sangat penting dan rawan permasalahan dalam
penyelesaiannya.
وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَاجًاۖ وَّصِيَّةً لِّاَزْوَاجِهِمْ مَّتَاعًا اِلَى الْحَوْلِ غَيْرَ اِخْرَاجٍ ۚ فَاِنْ خَرَجْنَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْ مَا فَعَلْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِنَّ مِنْ مَّعْرُوْفٍۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
Artinya:
“Dan orang-orang yang akan mati di antara kamu dan meninggalkan istri-istri,
hendaklah membuat wasiat untuk istri-istrinya, (yaitu) nafkah sampai setahun
tanpa mengeluarkannya (dari rumah). Tetapi jika mereka keluar (sendiri), maka
tidak ada dosa bagimu (mengenai apa) yang mereka lakukan terhadap diri mereka
sendiri dalam hal-hal yang baik. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana”.
Usai sejenak
mengingatkan manusia agar tidak melalaikan salat karena persoalan keluarga,
pada ayat ini Allah kembali menjelaskan hukum keluarga. Dan orang-orang yang
akan mati, baik karena sudah renta maupun sakit menahun, di antara kamu, wahai
para suami, dan kamu meninggalkan istri-istri, hendaklah ia sebelum meninggal
dunia membuat wasiat untuk istri-istrinya untuk tetap tinggal di rumah, juga
berpesan kepada anak-anak dan saudara-saudaranya agar memberi mereka nafkah
berupa sandang dan pangan, paling tidak sampai setahun sejak suami wafat tanpa
seorang pun boleh mengeluarkannya atau mengusirnya dari rumah itu. Tetapi jika
mereka, yakni istri yang ditinggal mati suaminya, sebelum setahun keluar
sendiri dari rumah tersebut untuk pindah ke tempat lain, maka tidak ada dosa
bagimu, wahai para wali atau siapa saja, mengenai apa yang mereka lakukan
terhadap diri mereka sendiri dalam hal-hal yang baik yang tidak melanggar
syariat. Allah Mahaperkasa sehingga harus ditaati, Mahabijaksana dalam
menetapkan hukum demi kemaslahatan hamba-Nya.
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى
الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ
مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا
اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا
وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ
اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ
Artinya: “Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah).
Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika
seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan,
maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang
ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara
perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu
dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan
jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan
perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara
perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Pada ayat yang lalu
Allah berjanji menuntun umat manusia dan menunjukkan kepada mereka jalan yang
membawa kepada kebahagiaan, di dunia dan akhirat. Pada ayat ini dipenuhi
sebagian dari janji Allah itu, yaitu berupa jawaban atas pertanyaan yang mereka
ajukan. Mereka meminta fatwa kepadamu, Nabi Muhammad, tentang kalalah, yaitu
seorang yang mati tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak.
Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah, yaitu jika seseorang
mati dan dia tidak mempunyai anak, tetapi mempunyai saudara perempuan, maka
bagiannya, yakni bagian dari saudara perempuan itu, adalah seperdua dari harta
yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi seluruh harta
saudara perempuan, jika saudara perempuan itu mati dan saudara laki-laki itu
masih hidup, ketentuan ini berlaku jika dia, saudara perempuan yang mati itu,
tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan yang mewarisi itu berjumlah
dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh
yang meninggal. Dan jika mereka, ahli waris itu, terdiri atas saudara-saudara
laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan
bagian dua saudara perempuan. Demikian Allah menerangkan hukum tentang
pembagian waris kepadamu, agar kamu tidak sesat, dalam menetapkan pembagian
itu. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang membawa kebaikan bagimu dan yang
menjerumuskan kamu ke dalam kesesatan, maka taatilah segala perintah-Nya dan
jauhilah segala larangan-Nya.
Beberapa hal praktis tentang hukum waris, di antaranya diuraikan
di bawah ini
(disarikan dari buku Ilmu Faraidh, susunan Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah
Attuwaijri.
·
Yang disebut warisan (harta waris)
adalah semua yang ditinggalkan oleh seseorang
yang mati, termasuk hutangnnya. Semua warisan tersebut menjadi hak
dan bagian
ahli waris dengan berbagai persyaratan dan ketentuan syar’i yang
telah ditetapkan
oleh Allah swt.
·
Yang harus dikeluarkan dari harta
peninggalan adalah biaya pengurusan mayat,
hutang (kepada Allah swt: zakat, kafarat; kepada manusia),
pelaksanaan wasiat, dan
pembagian warisan.
·
Rukun waris: yang mewariskan (yang
meninggal), ahli waris, dan harta yang
diwariskan.
·
Sebab-sebab seseorang mendapatkan
hak waris: pernikahan yang sah, keturunan
(nasab: kedua orang tua, anak, saudara, paman --serta
anak-anaknya), dan perwalian
(jika ada ashobah dan tidak ada ashhabul furudh).
·
Yang menghalangi seseorang
mendapatkan hak waris: budak, pembunuh (tanpa
alasan yang syar’i), dan berbeda agama.
·
Bagian warisan: bagian yang telah
ditetapkan (fardhu, ketentuan: setengah,
seperempat, seperdelapan, dua pertiga, sepertiga, dan seperenam)
dan ta’shib
(bagian yang tidak ditetapkan).
·
Ahli waris lelaki: putra; anak
putra (cucu dan seterusnya); ayah dan kakek dari orang
tua lelaki; saudara sekandung; saudara seayah; dan saudara sibu
(atau anakanaknya) dari anak lelaki; suami; paman dan di atasnya; paman seayam
dan di
atasnya; putra paman kandung serta putra paman seayah dan anak
laki-laki mereka;
orang yang memerdekakan; kerabat laki-laki (dzawil arham: saudara ibu atau paman
dari ibu, putra saudara seibu, paman seibu, dan putra paman
seibu).
·
Ahli waris perempuan: putri, putri
anak laki-laki (cucu) dan seterusnya dari anaka
laki-laki; ibu; nenek (ibunya ayah) dan di atasnya dari ibu;
neneknya ibu; saudari
kandung; saudara satu ayah; saudari satu ibu; istri; dan wanita
yang memerdekakan
budak.
B.
Manusia
Makhluk Siasah
Siasah yang diartikan sebagai pengertian politik dianggap angat
sempit. Siasah diatur dalam Ilam, sejumlah konsep dasar siasah sudah ditentukan
Allah dalam Al-Quran.
Menurut Prof Ahmad Sukardja, dalam Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam: Ajaran, fikih siyasah adalah salah satu disiplin ilmu tentang seluk
beluk pengaturan kepentingan umat manusia pada umumnya dan negara pada
khususnya, berupa hukum, peraturan, dan kebijakan yang dibuat oleh pemegang
kekuasaan yang bernafaskan ajaran Islam.
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ
اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ
ۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا
Artinya: “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di
antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah
sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar,
Maha Melihat” (Q.S. An-Nisaa, 04: 58).
اَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ
وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ
شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ
وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا
Artinya: “ Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika
kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah
(Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” Q.S. An-Nisaa, 04: 59).
C.
Hubungan
Horizontal Manusia-Alam
Banyak ayat Al-Quran yang menjelaskan bahwa manuia sebagai khalifahan
dibumi agar memperhatikan alam. Manusia seharusnya menjadi pengelola alam yang
bijak, bila fungi kekhalifahan tidak berjalan makan kehancuran akan melanda. Kerusakan
pada alam memang sudah terjadi sejak zaman dahulu karena kepentingan manusia.
Ilmu kedokteran, ilmu fisika, ilmu biologi, ilmu kimia,
matematika, teknologi, dan
berbagai kajian keilmuan lain adalah hasil usaha manusia menyikapi
alam. Seharusnya,
mereka yang amat dekat dengan alam, mengkaji alam secara mendalam,
akan
semakin dekat kepada kesadaran tentang keberadaan Yang Maha
Pencipta.
Allah telah mengungkap kemahakuasaanNya melalui
perumpamaan maupun bahan kajianyang nyata dalam Q.S. Al-Baqarah, 02: 26; 164; An-Nahl, 16: 68-69;
79; Al-Ankabuut, 29:41 dan ayat-ayat lainnya.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar